Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Pattimura

Dalam Pasal 63 KUHP tentang perbarengan disebutkan jika suatu perbuatan
masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu
di antara aturan-aturan itu, jika berbeda-beda yang dikenakan yang memuat
ancaman pidana pokok yang paling berat. Tetapi dalam kenyataanya aparat
penegak hukum tidak menerapkan ajaran tersebut dalam kasus Ratna Sarumpaet
karena Ratna dikenakan 2 aturan Pasal 14 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946
tentang peraturan hukum pidana dan pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana. Hal ini menimbulkan permasalahan Bagaimana penerapan ajaran
concursus dalam penyebaran berita bohong
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Tipe penelitian bersifat
deskriptif analitis. Sumber bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini
bahan hukum primer bahan hukum sekunder. Data dan informasi penunjang
kemudian diidentifikasi selanjutnya di sistematisasi untuk dilakukan penafsiran dan
diberikan argumentasi untuk mendapatkan kesimpulan atas permasalahan.
Dalam penerapan ajaran concursus terhadap peneyebaran berita bohong dapat
diterapkan dengan hanya satu aturan pidana yang paling berat hukum pokoknya
yang dijatuhkan. Seperti yang telah dikemukakan dalam teori penyerapan biasa
(Absorptie Stelsel) Teori ini terdapat dalam Bab II pasal 63 KUHP yang khusus
mengenai gabungan perbuatan lahir (semu atau concursus idealis). Jika
hukumannya berlainan, yang dijalankan ialah hukuman yang paling berat hukuman
pokoknya. Pada kasus ratna sarumpaet pasal-pasal yang disangkakan kepadanya
merupakan perbarengan tindak pidana yaitu Pasal 378 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana dan Pasal 14 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang
peraturan hukum pidana. Oleh karena itu harus diterapkan ajaran concursus idealis
yaitu hanya satu aturan pidana yang paling berat hukuman pokoknya yang
dijatuhkan.