Image of Akibat Hukum Pembatalan Pelaksanaan Perkawinan Secara Sepihak

SKRIPSI PERDATA

Akibat Hukum Pembatalan Pelaksanaan Perkawinan Secara Sepihak



Pasal 58 KUHPerdata menyebutkan bahwa janji kawin (nikah) baru akan menimbulkan hak
menuntut, apabila janji kawin (nikah) telah diberitahukan kepada Pegawai Catatan Sipil serta di
ikuti dengan pengumuman kawin, sementara Pasal 29 ayat (1)) menyebutkan bahwa janji kawin
baru mempunyai akibat hukum, bila janji kawin tersebut dibuat secara tertulis yang disahkan
oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, namun demikian berdasarkan Putusan Mahkamah Agung
Nomor : 3191 K/Pdt/1984 telah memutuskan bahwa “tidak dipenuhinya janji menikahi adalah
melanggar norma kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakat, dan perbuatan demikian adalah
perbuatan melawan hukum”, putusan mana kemudian di ikuti (dirujuk) pula oleh Putusan
Mahkamah Nomor : 3277 K/Pdt/ 2000 atas perkara yang sama. Meskipun telah ada
yurisprudensi berkaitan dengan pembatalan pernikahan (perkawinan) secara sepihak oleh salah
satu calon pengantin, namun dalam kenyataannya, ternyata masih saja ada calon pasangan
pengantin yang masih melakukannya, sebagaimana telah terjadi pada kasus dengan Register
perkara nomor 5/Pdt.G/2019/PN.Bms
Adapun tujuan dari penelitian ini ada 2 (dua), yaitu untuk menganalisa dan mengkaji faktor
penyebab pembatalan perkawinan serta akibat hukum pembatalan perkawinan secara sepihak;
,sementara tipe penelitiannya, yaitu yuridis normatif, dengan tiga pendekatan yaitu pendekatan konseptual
(conceptual approach), pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan kasus (case
approach)
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara ilmu, tidak ada kajian khusus terkait
faktor penyebab terjadi pembatalan pelaksanaan pernikahan (perkawinan), tetapi dalam beberapa
artikel dapat disebutkan secara umum bahwa faktor penyebabnya, yaitu : (a) perdebatan; (b)
.komitmen masa depan; (c) kurangnya rasa saling menghormati; (d) hilang rasa dan hasrat; (e)
perselingkuhan; (f) ketidakcocokan dua keluarga (g) tuntutan dari keluarga; dan(h) tekanan dari
pasangan. Namun demikian, dalam kaitannya dengan kasus pembatalan pernikahan (perkawinan)
yang dilakukan oleh Agus Suyitno terhadap Sri Subur Lestari, maka yang menjadi faktor
penyebab adalah sering cekcok, marah dan terdapat ketidakcocokan sebagaimana disampaikan
dalam posita gugatan rekonvensinya. Selanjutnya terkait dengan akibat hukum, baik dalam Pasal
58 KUHPerdata maupun dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak mengatur
sama sekali akibat hukum berkaitan dengan pembatalan secara sepihak pernikahan (perkawinan)
setelah adanya peminangan dan pertunangan, sehingga orang begitu mudah untuk
membatalkannya secara sepihak yang berakibat merugikan pihak lainnya. Akan tetapi, jika
mengacu pada yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 3191 K/Pdt/1984 tanggal 12 Desember
1985, maka pembatalan secara sepihak pernikahan (perkawinan) setelah adanya peminangan dan
pertunangan adalah melanggar norma kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakat, serta
merupakan suatu perbuatan melawan hukum, dimana yurisprudensi inilah yang kemudian
dijadikan pula sebagai dasar pertimbangan hukum hakim Mahkamah Agung dalam putusan
Nomor 1644 K/Pdt/2020, yaitu putusan terhadap pembatalan secara sepihak pernikahan
(perkawinan) setelah adanya peminangan dan pertunangan yang dilakukan oleh Agus Suyitno
terhadap pasangannya Sri Subur Lestari.


Ketersediaan

SE.810 BAI a1SE.810 BAI aPerpus. Fak. HukumTersedia

Informasi Detil

Judul Seri
-
No. Panggil
SE.810 BAI a
Penerbit Fakultas Hukum Unpatti : Ambon.,
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
SE.810
Tipe Isi
text
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab

Versi lain/terkait

Tidak tersedia versi lain


Lampiran Berkas



Informasi


DETAIL CANTUMAN


Kembali ke sebelumnyaXML DetailCite this