Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Pattimura

Polisi sebagai lembaga pertama yang dihadapkan dengan korban kekerasan seksual
mempunyai peran yang signifikan dalam pemenuhan hak warga negara terhadap kepastian dan
kesetaraan hukum. Namun dalam realitas penegakan hukumnya pengabaian hak penyintas dalam
beracara menjadi permasalahan yang menambah trauma korban kekerasan seksual. Proses
pemeriksaan yang menyebabkan reviktimisasi ini menjadi perhatian oleh masyarakat madani
yang kemudian diakomodir oleh Lembaga legislatif dalam proses pembuatan Undang-undang
Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan seksual.
Tujuan dari penulisan ini ialah untuk mengkaji dan menganalisa dampak dari
reviktimisasi terhadap korban dan proses peradilan pidana. Kegunaan dari penulisan ini ialah
dapat memberikan kontribusi dalam upaya pengembangan ilmu hukum pidana formiil dan dapat
memberikan masukan bagi pembuat kebijakan dalam bidang hukum pidana tentang tindak
pidana kekerasan seksual. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian Normatif-Empiris
dengan mempelajari bahan-bahan kepustakaan yang tersedia. Pendekatan masalah yang
digunakan adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep, dan pendekatan kasus.
Pengumpulan bahan hukum tersebut kemudian dianalisa secara kualitatif.
Hasil yang didapat dalam penulisan ini menunjukkan bahwa reviktimisasi dalam sistem
peradilan pidana menyebabkan dampak psikis bagi korban dan juga proses peradilan pidana.
Konsep reviktimisasi ialah konsep yang baru diperkenalkan dalam sistem peradilan pidana harus
diakomodir secara komprehensif dan terintegrasi dengan keseluruhan lembaga sistem peradilan
pidana. Serta perlu adanya pelatihan yang massif untuk penyidik agar dapat mengakomodir hak