Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Pattimura

Anak sangat rentan terhadap kekerasan, baik yang dialaminya di ranah privat maupun
publik. Anak yang seharusnya mendapatkan perlindungan justru harus mengalami
berbagai tindakan kekerasan, termasuk dari orang-orang yang seharusnya
memberikan perlindungan baginya. Meskipun dalam berbagai peraturan yang
memberikan perlindungan terhadap anak, dirumuskan ancaman pidana yang berat,
khususnya yang berkaitan dengan masalah seksual, namun dalam realitanya ada kasus
dimana anak menjadi korban pencabulan, yang pelakunya justru dibebaskan karena
diterbitkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Penelitian dalam penulisan ini mempermasalahkan apakah terhadap kasus
pencabulan anak dapat diterbitkan Surat Perintah Pencabutan Perkara dengan alasan
penyelesaian secara hukum adat, dengan tujuan mengkaji diterbitkannya Surat
Perintah Penghentian Perkara dengan alasan penyelesaian secara hukum adat di
wilayah hukum Polres Kepulauan Aru.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Surat Perintah Penghentian
Penyidikan (SP3) dapat diterbitkan jika telah memenuhi persyaratan sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan. Penyelesaian perkara dapat juga
dilakukan melalui jalur hukum adat. Meskipun demikian, mengingat asas
kepentingan terbaik untuk anak, maka terhadap kasus pencabulan anak seharusnya
tidak dapat diterbitkan SP3 dengan alasan penyelesaian secara hukum adat.
Penerbitan SP3 menjadi kontra produktif dengan upaya pemerintah selama ini, yang
berusaha mencegah meningkatnya angka kekerasan terhadap anak melalui intensnya
penerbitan dan perubahan undang-undang perlindungan anak. Tidak ada efek jera
terhadap pelaku, dan memberikan kemungkinan bagi pelaku untuk mengulangi
perbuatan tersebut.